
Banyak orang mengeluhkan rasa tidak nyaman di perut, mulai dari nyeri, kembung, hingga rasa penuh setelah makan.
Keluhan ini sering dianggap sepele, padahal bisa jadi merupakan tanda dari masalah kesehatan yang lebih serius.
Dua kondisi yang paling sering dikaitkan dengan keluhan perut adalah GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) dan maag (dispepsia/gastritis). Meskipun gejalanya mirip, keduanya memiliki penyebab dan penanganan yang berbeda.
Mengapa Perut Bisa Nyeri atau Kembung?
Rasa nyeri maupun kembung di perut bisa dipicu banyak hal. Mulai dari pola makan yang tidak teratur, stres, hingga kondisi medis tertentu. Perut yang sering terasa begah biasanya disebabkan penumpukan gas.
Gas ini bisa berasal dari udara yang ikut tertelan saat makan terburu-buru, atau karena makanan tertentu yang memicu produksi gas lebih banyak, misalnya makanan pedas, gorengan, minuman bersoda, hingga kopi.
Namun, bila keluhan sering muncul berulang dan tidak membaik dengan perubahan gaya hidup, bisa jadi ada masalah pada lambung atau saluran cerna atas. Di sinilah pentingnya memahami perbedaan antara maag dan GERD.
Perbedaan Maag dan GERD
Maag umumnya merujuk pada gangguan lambung, baik karena produksi asam lambung berlebih, luka pada dinding lambung, maupun peradangan.
Gejala Maag
- Nyeri atau perih di ulu hati
- Perut terasa penuh meski makan sedikit
- Mual dan muntah
- Nafsu makan menurun
Sementara itu, GERD adalah kondisi di mana asam lambung naik ke kerongkongan (refluks). Hal ini terjadi karena katup di antara lambung dan kerongkongan (lower esophageal sphincter) tidak berfungsi dengan baik.
Gejala GERD
- Rasa panas atau terbakar di dada (heartburn)
- Asam naik ke mulut (regurgitasi)
- Batuk kering kronis
- Nyeri tenggorokan atau suara serak
Meski sama-sama berhubungan dengan asam lambung, maag lebih fokus pada masalah di lambung, sedangkan GERD menyangkut gangguan pada katup antara lambung dan kerongkongan.
Faktor Risiko
Ada sejumlah faktor yang bisa meningkatkan risiko terkena maag maupun GERD.
- Pola makan tidak teratur
- Konsumsi makanan pedas, asam, atau berlemak berlebihan
- Kebiasaan minum kopi, teh, alkohol, atau soda
- Stres berkepanjangan
- Kebiasaan merokok
- Berat badan berlebih (obesitas)
- Tidur setelah makan
Mengetahui faktor risiko ini membantu kita melakukan pencegahan lebih dini.
Hal yang paling penting adalah mengenali kapan keluhan nyeri atau kembung harus dicurigai sebagai maag atau GERD.
Jika keluhan lebih sering berupa mual, perut penuh, atau nyeri ulu hati yang muncul setelah makan, besar kemungkinan itu adalah maag.
Bila keluhan lebih dominan pada dada terasa panas, mulut terasa asam, dan sering muncul saat berbaring atau malam hari, maka kemungkinan besar itu adalah GERD.
Cara Mengatasi
1. Perbaiki pola makan, makan dalam porsi kecil tetapi sering, hindari makan larut malam.
2. Hindari pemicu, batasi kopi, alkohol, makanan pedas, asam, dan berlemak.
3. Jangan langsung berbaring setelah makan, beri jeda minimal 2–3 jam.
4. Kelola stress, lakukan relaksasi, olahraga ringan, atau teknik pernapasan.
5. Jaga berat badan ideal, karena obesitas meningkatkan risiko refluks asam.
6. Konsultasi medis, bila gejala berlanjut, dokter bisa memberikan obat penetral asam lambung, atau terapi lain sesuai kondisi.
Penting untuk tidak sembarangan mengonsumsi obat lambung tanpa arahan dokter, karena bisa menutupi gejala dari penyakit lain yang lebih serius.
Nyeri atau kembung pada perut memang bisa disebabkan hal sepele, tetapi jika sering muncul dan mengganggu, jangan diabaikan. Bisa jadi keluhan itu menandakan maag atau GERD.
Dengan mengenali perbedaan gejalanya, kita bisa lebih cepat mengambil langkah penanganan yang tepat. Ingat, pola hidup sehat adalah kunci pencegahan sekaligus cara terbaik untuk menjaga fungsi lambung tetap optimal.***